Entri Populer

Rabu, 18 April 2018

Mencintai


Ada satu bagian dalam Mencintai yang tidak pernah kuharapkan. Yaitu saat-saat Pertemuan dan saat-saat Perpisahan.
Seperti ungkapan lama, Jika kau siap Jatuh Cinta Maka kau juga harus siap untuk Patah Hati.

Semakin besar Kebahagiaan yang dirasakan ketika Jatuh Cinta, Maka semakin besar pula lah penderitaan yang akan dirasa ketika Cinta itu berakhir.

Kadang, aku merasa bernasip buruk karna telah dilahirkan dan menjalani kehidupan di Dunia.
Seandainya aku mati saja, ketika usiaku baru beberapa hari. Mungkin segala rasa sakit, dan penderitaan tidak akan kurasa sampai detik ini aku hidup.

Ironisnya, ayah ibuku memilih untuk membesarkanku dan membiarkan aku bertahan dalam dunia yang jahat ini.
Dunia yang tidak ramah, yang mengendalikan segala aspek perasaanku sedemikian hebatnya.
Hatiku tersakiti, bertubi-tubi, lagi dan lagi.

Saat usiaku menginjak 12 tahun, aku bertanya tanya 'ayah, ibu, apakah aku masih diizinkan untuk hidup lebih lama lagi. Apakah aku akan terus tumbuh menjadi wanita yang lemah seperti ini ?'
Ayah ibuku tidak menjawab tanya itu.  Karna tanya itu tak pernah kusampaikan, kusimpan dalam hati saja.

Tapi lalu waktu membuktikannya. Usiaku hari ini sudah 24, dua kali lipat dari usia 12tahun itu.
Benar saja, aku terus tumbuh menjadi wanita yang lemah.
Aku tidak mampu berjalan dalam pilihan hidupku. Bahkan untuk menentukan masa depanku sendiri, aku tidak punya kendali.

Aku putus asa, tak tau arah.
Jiwaku telah terluka, karna semua cinta yang pernah kurasa.

Mencintai, kenapa jadi begitu menakutkan.
Kehilangan orang yang ku cintai, kenapa serasa hati ingin mati ?

Aku tidak tau bagaimana dengan hati yang lain. Tidak juga aku memahami jiwa-jiwa yang lain.
Yang aku tau, aku selalu bahagia jika bertemu satu cinta, sampai akhirnya aku harus berpisah dengan mereka, dan kembali Merana.

Ada banyak sekali nama yang pernah singgah dihatiku, sebagian kulupa karna waktu membantuku menghilangkannya dari ingatan.
Tapi ada beberapa nama, yang membekas jelas di ingatan karna sampai matipun, waktu tak bisa membantuku menghapusnya.

Seperti nyala api dalam kegelapan. Api itu bersinar sangat terang ketika kayu bakarnya masih ada. Dan otomatis nyala api akan padam seiring waktu, menyisakan kegelapan dan abu.  Abu yang hilang tertiup angin.

Cinta pertamaku, kutemukan di usiaku yang ke 16tahun. Namanya Muhammad Iqbal.
Aku tidak pernah pacaran dengannya, aku bahkan tidak pernah memegang tangannya. Hingga sampai kami berpisah, aku tidak pernah mengatakan padanya jika aku mencintainya. 'jika dirimulah cinta pertamaku'

Aku terus memungkiri hatiku. Diam-diam aku berharap jika waktu akan membuatku melupakannya.
Tapi, ironi.
Aku terus memimpikan iqbal sampai tiga tahun berlalu. Mimpi yang selalu datang tanpa kuharapkan. Mimpi yang terus hadir ditidurku dengan segala tanya yang tak pernah terjawab. Mimpi itu seperti kenangan yang diputar kembali dalam memori ingatan.

Sering  ku berharap, ketika membuka  mata aku benar-benar akan melihat senyuman indah itu. Tapi,  cinta pertama telah pergi entah kemana. Aku tidak bisa mencarinya. Dia hilang.

Bersama doa yang tak henti.
Di ujung rindu yang tak ter obati.

Aku bertemu dengan satu lagi cinta.  Cinta yang lebih pantas disebut Petaka.
Cinta yang sangat-sangat membuatku menderita. 
Tapi entah kenapa, justru cinta yang semacam ini yang membuatku membuka mata pada Realita.

Namanya Dionisius Sembiring.
Orang batak kristen, tapi awal pertama jumpa ngakunya Muslim. Penipu.
Sejak kenal Dion aku mulai berhenti bermimpi Iqbal.  Aku fikir, mungkin inilah cinta selanjutnya yang akan kujalani.

Mengutip dari kata mutiara pak Gogle >>
Cinta pertama adalah Kenangan
Cinta kedua adalah Pelajaran
Cinta ketiga adalah Kehidupan

Dion adalah Cinta Keduaku.
Dimana dari sekian banyak cerita, Pengorbanan untuknyalah yang paling besar pernah kupersembahkan.
Dia manusia yang hebat, melalui kata-kata manisnya, hatiku terbuka dan merasa bahagia tiada tara. Dia membuat seolah akulah wanita paling sempurna untuk dicinta.

Tapi sekali lagi, IRONI.
Dion bukanlah seorang pemuda baik-baik. Dia adalah Penipu, Pembohong, Pendusta. Bisa dipastikan semua kata yang pernah diucapkannya adalah bualan semata. Termasuk kata-kata manisnya soal diriku. Yang dulunya dia bilang jika tak bisa hidup tanpaku, nyatanya Modus. Dia masih bernafas dengan bebas diluar sana, setelah semua penghianatan yang telah dilakukannya padaku.
Dia juga orang pertama yang mengajarkanku, sama yang namanya selingkuh.
Memikirkannya saja aku kesal Bukan main sama dia.

Ditambah satu fakta yang membuatku makin 'gedek' sendiri. Yaitu Dion yang ternyata Pecandu Narkoba.
Mungkin seluruh organnya telah dirusak oleh barang haram itu.
Jadi wajar saja jika tingkahnya sangat-sangat tidak terpuji.

Cukup lama kujalin Cinta, dengan pemuda gila ini. Kurang lebih 2 tahun.
Pengorbanan waktu dan materi selalu kuberikan untuknya.
Meski tau sakit, entah kenapa dengan bodohnya aku selalu berfikir dia adalah Cintaku. Lagi-lagi, Ucapannya itu yang membuatku Luluh.
Semua janji manisnya, semu.. Palsu..

Putus nyambung, putus nyambungpun terjadi.
Sampai akhirnya dialah yang mengucapkan kata putus -terakhir- untukku. Tanpa penyesalan, diapun pergi dan membuatku harus menangis setiap malam memikirkannya.

Setalah berpisah dari Dion, ada satu kesan unik yang ditinggalkannya dalam  ingatanku. Keinginan untuk terus memburu cinta.
Dion membuatku berfikir jika Cinta adalah Candu. Kasih sayang adalah peluru.

Dipengaruhi candu itu, aku memulai petualangan baru.
Bersenang-senang seolah ini hari terakhir aku bisa tertawa. Dan mencintai seolah-olah cinta adalah tambahan energi untuk melanjutkan hidupku.

Kata hatiku bilang, jika inilah yang disebut 'my journey' 'my purpose'.
Lebih dari hitungan  jari. Satu demi satu 'Nama' terjalin di hati dan   ingatan.
Aku bahagia dengan semua itu, setiap menyukai orang baru, maka mekarlah sekuntum bunga baru di hati.
Tapi Cinta sesaat, adalah kepalsuan belaka, seiring waktu kekecewaan akan hadir  ikut serta.
 Bunga-bunga mekar itu layu dan mati.

Sejak saat itu, aku mulai tak percaya cinta sejati.
Kepercayaan tentang cinta tulus  sampai mati, perlahan berganti dengan 'cinta hanya datang, dan pergi'.

Dalam menjalin cinta, tak kupungkiri jika ada adegan2 bercinta.
Tapi saat itu Nafsu tak pernah menjadi Candu.

Alasanku bercinta, hanya ingin membunuhh rasa penasaran akan dunia.
Haha, katanya disitu surga dunia ya.
Tapi ambigu, kenapa juga Tuhan Menciptakan Nafsu jika dibatasi untuk satu cinta !
Toh setan selalu lebih leluasa membisikkan hati manusia. Disitu kadang kesal, tapi Dasar Setan. Tak bisa menggugah Nalar ketika Nafsu berbicara.

Oke, ya.. U know lah What I Mean.



to be continue..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar