Ada satu
bagian dalam Mencintai yang tidak pernah kuharapkan. Yaitu saat-saat Pertemuan
dan saat-saat Perpisahan.
Seperti
ungkapan lama, Jika kau siap Jatuh Cinta Maka kau juga harus siap untuk Patah
Hati.
Semakin
besar Kebahagiaan yang dirasakan ketika Jatuh Cinta, Maka semakin besar pula
lah penderitaan yang akan dirasa ketika Cinta itu berakhir.
Kadang, aku
merasa bernasip buruk karna telah dilahirkan dan menjalani kehidupan di Dunia.
Seandainya
aku mati saja, ketika usiaku baru beberapa hari. Mungkin segala rasa sakit, dan
penderitaan tidak akan kurasa sampai detik ini aku hidup.
Ironisnya,
ayah ibuku memilih untuk membesarkanku dan membiarkan aku bertahan dalam dunia
yang jahat ini.
Dunia yang
tidak ramah, yang mengendalikan segala aspek perasaanku sedemikian hebatnya.
Hatiku
tersakiti, bertubi-tubi, lagi dan lagi.
Saat usiaku
menginjak 12 tahun, aku bertanya tanya 'ayah, ibu, apakah aku masih diizinkan
untuk hidup lebih lama lagi. Apakah aku akan terus tumbuh menjadi wanita yang
lemah seperti ini ?'
Ayah ibuku
tidak menjawab tanya itu. Karna tanya
itu tak pernah kusampaikan, kusimpan dalam hati saja.
Tapi lalu
waktu membuktikannya. Usiaku hari ini sudah 24, dua kali lipat dari usia
12tahun itu.
Benar saja,
aku terus tumbuh menjadi wanita yang lemah.
Aku tidak
mampu berjalan dalam pilihan hidupku. Bahkan untuk menentukan masa depanku
sendiri, aku tidak punya kendali.
Aku putus
asa, tak tau arah.
Jiwaku
telah terluka, karna semua cinta yang pernah kurasa.
Mencintai,
kenapa jadi begitu menakutkan.
Kehilangan
orang yang ku cintai, kenapa serasa hati ingin mati ?
Aku tidak
tau bagaimana dengan hati yang lain. Tidak juga aku memahami jiwa-jiwa yang
lain.
Yang aku
tau, aku selalu bahagia jika bertemu satu cinta, sampai akhirnya aku harus
berpisah dengan mereka, dan kembali Merana.
Ada banyak
sekali nama yang pernah singgah dihatiku, sebagian kulupa karna waktu
membantuku menghilangkannya dari ingatan.
Tapi ada
beberapa nama, yang membekas jelas di ingatan karna sampai matipun, waktu tak
bisa membantuku menghapusnya.
Seperti
nyala api dalam kegelapan. Api itu bersinar sangat terang ketika kayu bakarnya
masih ada. Dan otomatis nyala api akan padam seiring waktu, menyisakan
kegelapan dan abu. Abu yang hilang
tertiup angin.
Cinta
pertamaku, kutemukan di usiaku yang ke 16tahun. Namanya Muhammad Iqbal.
Aku tidak
pernah pacaran dengannya, aku bahkan tidak pernah memegang tangannya. Hingga
sampai kami berpisah, aku tidak pernah mengatakan padanya jika aku
mencintainya. 'jika dirimulah cinta pertamaku'
Aku terus
memungkiri hatiku. Diam-diam aku berharap jika waktu akan membuatku
melupakannya.
Tapi,
ironi.
Aku terus
memimpikan iqbal sampai tiga tahun berlalu. Mimpi yang selalu datang tanpa
kuharapkan. Mimpi yang terus hadir ditidurku dengan segala tanya yang tak
pernah terjawab. Mimpi itu seperti kenangan yang diputar kembali dalam memori
ingatan.
Sering ku berharap, ketika membuka mata aku benar-benar akan melihat senyuman
indah itu. Tapi, cinta pertama telah
pergi entah kemana. Aku tidak bisa mencarinya. Dia hilang.
Bersama doa
yang tak henti.
Di ujung
rindu yang tak ter obati.
Aku bertemu
dengan satu lagi cinta. Cinta yang lebih
pantas disebut Petaka.
Cinta yang
sangat-sangat membuatku menderita.
Tapi entah
kenapa, justru cinta yang semacam ini yang membuatku membuka mata pada Realita.
Namanya
Dionisius Sembiring.
Orang batak
kristen, tapi awal pertama jumpa ngakunya Muslim. Penipu.
Sejak kenal
Dion aku mulai berhenti bermimpi Iqbal.
Aku fikir, mungkin inilah cinta selanjutnya yang akan kujalani.
Mengutip
dari kata mutiara pak Gogle >>
Cinta
pertama adalah Kenangan
Cinta kedua
adalah Pelajaran
Cinta
ketiga adalah Kehidupan
Dion adalah
Cinta Keduaku.
Dimana dari
sekian banyak cerita, Pengorbanan untuknyalah yang paling besar pernah
kupersembahkan.
Dia manusia
yang hebat, melalui kata-kata manisnya, hatiku terbuka dan merasa bahagia tiada
tara. Dia membuat seolah akulah wanita paling sempurna untuk dicinta.
Tapi sekali
lagi, IRONI.
Dion
bukanlah seorang pemuda baik-baik. Dia adalah Penipu, Pembohong, Pendusta. Bisa
dipastikan semua kata yang pernah diucapkannya adalah bualan semata. Termasuk
kata-kata manisnya soal diriku. Yang dulunya dia bilang jika tak bisa hidup
tanpaku, nyatanya Modus. Dia masih bernafas dengan bebas diluar sana, setelah
semua penghianatan yang telah dilakukannya padaku.
Dia juga
orang pertama yang mengajarkanku, sama yang namanya selingkuh.
Memikirkannya
saja aku kesal Bukan main sama dia.
Ditambah
satu fakta yang membuatku makin 'gedek' sendiri. Yaitu Dion yang ternyata
Pecandu Narkoba.
Mungkin
seluruh organnya telah dirusak oleh barang haram itu.
Jadi wajar
saja jika tingkahnya sangat-sangat tidak terpuji.
Cukup lama
kujalin Cinta, dengan pemuda gila ini. Kurang lebih 2 tahun.
Pengorbanan
waktu dan materi selalu kuberikan untuknya.
Meski tau
sakit, entah kenapa dengan bodohnya aku selalu berfikir dia adalah Cintaku.
Lagi-lagi, Ucapannya itu yang membuatku Luluh.
Semua janji
manisnya, semu.. Palsu..
Putus
nyambung, putus nyambungpun terjadi.
Sampai
akhirnya dialah yang mengucapkan kata putus -terakhir- untukku. Tanpa
penyesalan, diapun pergi dan membuatku harus menangis setiap malam
memikirkannya.
Setalah
berpisah dari Dion, ada satu kesan unik yang ditinggalkannya dalam ingatanku. Keinginan untuk terus memburu
cinta.
Dion
membuatku berfikir jika Cinta adalah Candu. Kasih sayang adalah peluru.
Dipengaruhi
candu itu, aku memulai petualangan baru.
Bersenang-senang
seolah ini hari terakhir aku bisa tertawa. Dan mencintai seolah-olah cinta
adalah tambahan energi untuk melanjutkan hidupku.
Kata hatiku
bilang, jika inilah yang disebut 'my journey' 'my purpose'.
Lebih dari
hitungan jari. Satu demi satu 'Nama'
terjalin di hati dan ingatan.
Aku bahagia
dengan semua itu, setiap menyukai orang baru, maka mekarlah sekuntum bunga baru
di hati.
Tapi Cinta
sesaat, adalah kepalsuan belaka, seiring waktu kekecewaan akan hadir ikut serta.
Bunga-bunga mekar itu layu dan mati.
Sejak saat
itu, aku mulai tak percaya cinta sejati.
Kepercayaan
tentang cinta tulus sampai mati,
perlahan berganti dengan 'cinta hanya datang, dan pergi'.
Dalam
menjalin cinta, tak kupungkiri jika ada adegan2 bercinta.
Tapi saat
itu Nafsu tak pernah menjadi Candu.
Alasanku
bercinta, hanya ingin membunuhh rasa penasaran akan dunia.
Haha,
katanya disitu surga dunia ya.
Tapi
ambigu, kenapa juga Tuhan Menciptakan Nafsu jika dibatasi untuk satu cinta
!
Toh setan selalu lebih leluasa membisikkan hati manusia. Disitu kadang kesal, tapi Dasar Setan. Tak bisa menggugah Nalar ketika Nafsu berbicara.
Toh setan selalu lebih leluasa membisikkan hati manusia. Disitu kadang kesal, tapi Dasar Setan. Tak bisa menggugah Nalar ketika Nafsu berbicara.
Oke, ya.. U
know lah What I Mean.
to be continue..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar