Saat sudah mau masuk subuh hari, aku bermimpi berkunjung ke rumah Mbah Putri. Merayakan hari raya disana.
Rumahnya sangat rapi, resik dan bersih seperti suasana saat mbah masih ada dan tinggal disana. Beberapa sanak saudara ada disana, tapi aku tidak tau persis siapa saja.
Aku melihat meja kayu tempat mbah meletakkan magic com
penanak nasi. Meja yang rapi dan enak dipandang. Mbah putri duduk di sana,
dengan wajah sendunya dan cepol rambut khasnya yang bulat disanggul di tengah.
Rambutnya putih diseling beberapa helai yang hitam.
Bajunya kebaya cantik yang menggambarkan lekuk tubuh mbah yang cantik khas
gitar spanyol mbak-mbak jawa.
“Mbahh... betapa rindunya aku.. taukah mbah banyak sekali yang berubah dari rumah ini saat mbah sudah pergi, untuk sekedar menginjakkan kaki di lantainya saja aku sudah tidak bisa. Hanya mengunjunginya dalam mimpi seperti ini”.
Aku menyalam tangannya, mencium punggung tangannya dan lalu
memeluknya seolah mbah putri masih hidup disana.
Aku lihat lehernya yang sedikit panjang, tapi itu tidak membuatku takut, karena
aku merindukannya.
Lalu di sisi yang lain aku bermimpi kiosku lagi, aku melihat pintunya berubah, pintu kayu bercat putih yang bagian kuncinya sudah dicongkel orang lain.
Aku melihat isinya yang sangat mirip dengan isi kios saat
aku masih jualan dulu.
Bahkan Rak stiker itu masih ada disana.
Aku takut seseorang masuk dan mencuri sesuatu dari sana. Aku mengintipnya ke dalam dan seketika rasa
rindu akan tempat itu memenuhi pikiranku.
Entah karena alasan apa aku tidak bisa kembali kesana. Tapi aku sedih, seolah itu bukan salahku.
Dan saat tidur siang mimpi itu kembali berlanjut. Rumah itu tampak nyaman karena bersih dan rapi, ada widy dan bik linda yang sedang berlebaran di rumah itu bersama mbah putri. Aku ingat saat hari raya aku tertidur di pojok sana, sambil merasa nyaman. Ingatan itu bercampur dengan pengelihatan yang nampak dalam mimpi.
Di sudut perasaan yang lain, aku tau, rumah itu sudah
sepenuhnya berubah. Bukan milik keluarga kami lagi, aku melihat giawa dan malah
merasa segan padanya.
Aku masuk pintu rumah itu dengan mudah, dan mengintip ke dalam kamar mbah.
Semuanya masih terlihat sama. Letak tempat tidur, lemari dan semua printiannya.
Aku bahagia melihat itu meski hanya dalam mimpi.