Enggak mudah bagi seorang yang bisu untuk menjalani hidup
ini.
Bahkan sampai Aku hidup seperempat Abad -Sampai usiaku 25
Tahun.
Namaku Kaisa kasandra.
Ketika berumur 3tahun aku terserang penyakit menular yang
saat itu belum ada obatnya.
Penyakit itu tidak membunuhku, tapi dia merenggut sumber suara dari dalam diriku.
Aku tak bisa bicara sejak balita, bahkan tidak bisa belajar mengucapkan namaku
sendiri.
Aku masih belajar berjalan dan berlari, sesekali terjatuh dan menangis tanpa suara.
Tapi itu tak pernah jadi masalah. Takkan jadi masalah selama
Ayah dan Ibu masih di sisiku.
Sampai ketika memasuki usia sekolah dasar, Aku baru
menyadari ada yang lain dari diriku.
Aku melihat Semua anak bisa bicara dan mengungkapkan
keinginannya.
Tapi aku. Sekuat apapun aku berteriak, Yang keluar hanyalah
cekikan kecil.
Pita suaraku tak mampu mengeluarkan bunyi apapun selain dua
Vokal dasar, Aa.. dan Ii..
Aku marah dan kecewa, aku selalu menangis. Tapi itupun tak
menghasilkan suara apapun selain Air mata.
Ayah sudah berusaha untuk mencarikan Dokter terbaik yang
bisa mengembalikan suaraku.
Tapi inilah Takdir.
Aku ingat ketika usia Tujuh tahun, seorang Dokter cantik dan
muda memegang bahuku dan Berkata "Kaisa, Di dunia ini ada beberapa hal yang tak bisa
diubah oleh kehendak manusia. Salah satunya adalah takdir yang dikaruniakan padamu. Saya sudah beberapa kali
memeriksa kondisi pita suaramu. Dan itu takkan bisa berfungsi kembali meskipun kau mendapatkan donor Pita suara.
kau akan Bisu seumur hidupmu Kaisa"
Aku tidak mengerti. Ayahku sudah memberikan hampir semua
Uangnya untuk mengubah kebisuanku. Tapi kenapa dokter itu tak mau berusaha memberikan aku
suara. dia hanya meyakinkan jika itu semua Takdir.
--
"Menyesal karna telah melahirkanku"
Mungkin itu yang ibuku rasakan setiap kali melihatku
menderita karna kebisuan yang kupunya. Tapi tak ada yang lebih baik, Selain menerima keadaan putrinya apa adanya.
Ibu. Dia wanita yang lebih dari luar biasa bagiku.
Meskipun memiliki 2 orang putri, selain aku dan Rini adikku.
Dia benar-benar membagi seluruh kasihnya pada kami.
Bukan tak pernah ibu mencoba menyekolahkanku.
Dulu aku masuk sekolah dasar di usia 9 tahun, karna
kekhawatiran ibu pada kondisiku. Tapi itu sama sekali tidak mengubah keadaan menjadi lebih Baik.
Meskipun puluhan orang menyarankan aku masuk sekolah
Berkebutuhan Khusus. Tapi di kota tempat tinggalku belum ada sekolah semacam
itu.
Dengan tegar, ibuku mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa
aku tak ada bedanya dengan anak lain.
Aku anak yang Normal dan tidak cacat mental. Aku hanya
pendiam.
'yang sekolah di Sekolah Luar biasa itu anak Idiot, Anakku sama sekali tidak idiot. Dia Cerdas tapi pendiam' begitu kata ibuku setiap kali meyakinkan orang lain tentang diriku.
Nyatanya aku selalu bisa belajar dengan baik. Aku pandai membaca walau hanya dalam hati. Aku pintar Matematika, dan Juga Cepat menghapal berbagai Materi pelajaran. Jika saja tidak bisu, Aku mungkin akan mendapat Juara Kelas setiap tahun, Karna setiap diadaan ujian tertulis nilaiku hampir sempurna -tidak pernah kurangg dari 8.
Dalam kelasku, eh. Maksudku dalam satu sekolahku hanya ada satu orang Murid yang Bisu. Hanya ada aku.
Dikelas lainnya ada satu murid laki-laki, dia Tuli dan sedikit gagu. Bisa bicara tapi tergagap. Kadang, itu terasa lebih baik daripada sama sekali tidak bisa mengatakan apapun.
Aku tak punya banyak teman. Beberapa anak yang jahil terkadang mengejekku dengan ikut-ikutan mengikuti pola suaraku 'A..U..eh.. Arh'. Dan tak jarang itu membuatku menangis sendirian di Toilet.
Semuanya berlanjut, dan terus berlanjut sampai Akhirnya aku beranjak Remaja. Seperti Remaja lainnya dengan fisik yang normal, aku tumbuh menjadi gadis yang Cantik. Ibuku selalu membanggakanku, dia menyayangiku dengan segala keterbatasan yang ada.
Aku kini sudah belajar Bahasa Isyarat.
Aku ingat betapa menyakitkannya ketika Diejek teman-temanku yang saat itu belum memahami keadaanku. Mereka memanggilku si Bisu, terdengar sudah cukup meremukkan seluruh rasa percaya diriku.
Tak ada yang bisa mendengarkanku selain diriku sendiri. Itu yang terkadang membuatku ingin berhenti sekolah. Tapi Masa Depan, kita tidak tau kemana dia Menuju. Selalu ada Hikmah dibalik semua cobaan.
--
Intan dan Dara, Mereka sahabat ku. Tidak butuh banyak orang untuk membuatku kembali bersemangat mengejar Impianku. Hanya butuh dua orang sahabat saja.
Mereka selalu menghiburku, Membantuku mengungkapkan Isi hatiku. Membangun rasa Percaya diri dan semangat hidupku.
Hingga saat aku Jatuh cinta pada seorang Ikhwan. Mereka juga yang membantu menyatukan kami.
Terkadang enggak butuh banyak Pengakuan dari Dunia. Satu-satunya keyakinan yang kita butuhkan hanyalah Keyakinan dalam diri dan hati kita sendiri.
Jangann terlalu peduli dengan Mata orang lain yang masih merem karna belum memahamimu. Jangan sibuk membuka mata orang lain, Jika mata kita sendiri belum terbuka.
Melihat dunia lebih luas, Membuka wawasan, mensyukuri apapun yang dimiliki saat ini. Adalah Cara ampuh bagiku menerima Takdir ini.
Mereka bilang ini musibah, Tapi bagiku ini anugrah.
**
Terimakasih sudah membaca, Maaf jika ceritanya masih kurang lengkap.
Jika ada waktu senggang lain. Saya akan melanjutkannya.
Story by : Cherry Alfitra
'yang sekolah di Sekolah Luar biasa itu anak Idiot, Anakku sama sekali tidak idiot. Dia Cerdas tapi pendiam' begitu kata ibuku setiap kali meyakinkan orang lain tentang diriku.
Nyatanya aku selalu bisa belajar dengan baik. Aku pandai membaca walau hanya dalam hati. Aku pintar Matematika, dan Juga Cepat menghapal berbagai Materi pelajaran. Jika saja tidak bisu, Aku mungkin akan mendapat Juara Kelas setiap tahun, Karna setiap diadaan ujian tertulis nilaiku hampir sempurna -tidak pernah kurangg dari 8.
Dalam kelasku, eh. Maksudku dalam satu sekolahku hanya ada satu orang Murid yang Bisu. Hanya ada aku.
Dikelas lainnya ada satu murid laki-laki, dia Tuli dan sedikit gagu. Bisa bicara tapi tergagap. Kadang, itu terasa lebih baik daripada sama sekali tidak bisa mengatakan apapun.
Aku tak punya banyak teman. Beberapa anak yang jahil terkadang mengejekku dengan ikut-ikutan mengikuti pola suaraku 'A..U..eh.. Arh'. Dan tak jarang itu membuatku menangis sendirian di Toilet.
Semuanya berlanjut, dan terus berlanjut sampai Akhirnya aku beranjak Remaja. Seperti Remaja lainnya dengan fisik yang normal, aku tumbuh menjadi gadis yang Cantik. Ibuku selalu membanggakanku, dia menyayangiku dengan segala keterbatasan yang ada.
Aku kini sudah belajar Bahasa Isyarat.
Aku ingat betapa menyakitkannya ketika Diejek teman-temanku yang saat itu belum memahami keadaanku. Mereka memanggilku si Bisu, terdengar sudah cukup meremukkan seluruh rasa percaya diriku.
Tak ada yang bisa mendengarkanku selain diriku sendiri. Itu yang terkadang membuatku ingin berhenti sekolah. Tapi Masa Depan, kita tidak tau kemana dia Menuju. Selalu ada Hikmah dibalik semua cobaan.
--
Intan dan Dara, Mereka sahabat ku. Tidak butuh banyak orang untuk membuatku kembali bersemangat mengejar Impianku. Hanya butuh dua orang sahabat saja.
Mereka selalu menghiburku, Membantuku mengungkapkan Isi hatiku. Membangun rasa Percaya diri dan semangat hidupku.
Hingga saat aku Jatuh cinta pada seorang Ikhwan. Mereka juga yang membantu menyatukan kami.
Terkadang enggak butuh banyak Pengakuan dari Dunia. Satu-satunya keyakinan yang kita butuhkan hanyalah Keyakinan dalam diri dan hati kita sendiri.
Jangann terlalu peduli dengan Mata orang lain yang masih merem karna belum memahamimu. Jangan sibuk membuka mata orang lain, Jika mata kita sendiri belum terbuka.
Melihat dunia lebih luas, Membuka wawasan, mensyukuri apapun yang dimiliki saat ini. Adalah Cara ampuh bagiku menerima Takdir ini.
Mereka bilang ini musibah, Tapi bagiku ini anugrah.
**
Terimakasih sudah membaca, Maaf jika ceritanya masih kurang lengkap.
Jika ada waktu senggang lain. Saya akan melanjutkannya.
Story by : Cherry Alfitra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar