Entri Populer

Minggu, 03 Desember 2023

Balada Penjual Kertas

Pada dasarnya suamiku itu orang yang baik dan tidak pelit sama istri.

Tapi ada saat amarahnya keluar  karena sesuatu yang dirasa sudah mengganggunya.

Contohnya malam minggu kemarin, Karna habis gajian, suamiku mengajakku dan anak kami main keluar.
Sekalian ke ATM gesek duit, lalu makan mi ayam, dan ke MMTC (semacam taman bermain anak/ pasar malam).
Sepanjang jalan-jalan, suamiku selalu bertanya, mau beli baju, mau beli sendal, mau makan apa?, mau main apa?, sampai bertanya beli bedak apa ?..
Seolah semua gajinya memang untukku, aku yang harusnya senang diperlakukan seperti ini, malah dengan sungkan menolak suamiku. Dengan bilang, ah gak usah, ah gak perlu, yah masih ada kok kapan-kapan saja.

Well, bukan tanpa alasan aku menolak kebaikannya. Tapi ada beberapa kejadian di waktu yang lalu, ketika suamiku gajian, membelanjakan ini itu, dan sebelum hari minggu tiba, ketika uang itu sudah habis, maka dia akan bertanya “loh  kenapa cepat habis? Beli apa aja?” seolah aku hanya menghabiskan uangnya.
Padahal yang kubeli adalah kebutuhan untuk perut, bukan untuk bergaya dan bersenang-senang semata.

Aku tidak dendam, tapi hanya tidak bisa lupa. Aku yang tau kalau suamiku susah payah, bekerja sendirian untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Malah berboros-boros dengan beli jajan dan makanan ini itu.

Lalu di pasar malam itu, ada seorang bapak agak gemuk dan pendek panjual poster ABC.
Aku yang merasa iba, sekaligus terbayang saat dulu masih jualan, aku juga menjual poster yang sama.
Aku tau betapa sulit “Lakunya” menjual poster seperti itu. Karna itu aku bertanya “berapa pak?” belum sempat membelinya, suamiku langsung menolak dengan alasan “susah bawanya”.
Si bapak yang berjalan cepat menghampirku, dan menawarkan poster-poster itu dengan antusias, akhirnya kutinggalkan begitu saja.
kejadian yang sangat remeh, tapi terus membekas dihatiku. Aku hanya iba dan kasihan, apalagi bapak itu terlihat seperti orang yang tulus dan mirip bapakku.

Suamiku memang bukan orang yang berpendidikan, baginya membeli poster-poster sampah seperti itu, hanya buang duit dan tak ada gunanya.
Tapi bagiku, barang seperti itu bisa membuat anakku pintar, mengajarkannya alfabet, gambar-gambar dan berhitung.

Saat akan pulang, aku kembali ingin membeli gambar-gambar itu, tapi si bapak sudah tidak terlihat lagi.
Bukan soal harganya, tapi manfaatnya. Padahal si bapak hanya menjual itu 5000 perlembar, sedangkan suami ku bahkan main lotre dan habis 40,000 tanpa hasil.
Miris sekali.

Terkadang, aku tak ingin  bertengkar dan berdebat untuk hal sepele. Tapi suami yang kurang ilmu juga membuatku mau tak mau mengalah. Karna tidak ada gunanya merasa tinggi pada seseorang yang bukan tandingan.
Satu-satunya yang bisa merubah suamiku adalah Doa dan Kelembutan, itu saja.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar